Sering Makan Ikan Goreng – Dari survei yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2019, disebutkan bahwa tingkat konsumsi ikan di Indonesia hingga Oktober 2019 telah mencapai 51 kg per kapita. Ini membuktikan bahwa menu berbasis banyak dikonsumsi warga.

Selain karena rasanya yang nikmat, ikan mengandung nutrisi penting bagi tubuh. Salah satunya adalah asam lemak omega-3 yang baik untuk otak. Menurut studi dalam jurnal “Oxidative Medicine and Cellular Longevity” tahun 2014, omega-3 mampu menekan status peradangan dalam perawatan pasien psikiatri dengan gangguan depresi.

Memperbanyak konsumsi ikan efeknya memang baik. Walaupun begitu, kita harus memperhatikan cara memasaknya supaya nutrisinya tidak rusak atau hilang. Nah, cara memasak ikan yang tidak disarankan adalah dengan menggorengnya. Apa alasannya?berikut 5 alasan kenapa kamu jangan sering makan ikan goreng

1. Dapat merusak kandungan omega-3

Jangan Keseringan Makan Ikan Goreng, Ini 5 Alasannya

Asam lemak omega-3 dalam ikan berasal dari senyawa DHA dan EPA yang terkandung terutama dalam minyak ikan. Minyak ikan ini banyak terdapat pada jenis ikan berlemak seperti sarden, tuna, salmon, dan teri.

Dalam pengolahan ikan, tingkat omega-3 yang hilang berbeda-beda menurut cara yang digunakan. Menurut penelitian dalam “Journal of Food Science and Technology” yang diterbitkan oleh Association of Food Scientists and Technologists of India, sebanyak 70 persen kandungan EPA and DHA ikan tuna hilang saat digoreng.

Selain itu, pengalengan ikan malah dapat menghancurkan keseluruhan kandungan omega-3 ikan. Pemasakan dengan cara merebus dapat mempertahankan sebagian kandungan EPA dan DHA-nya. AgenBandarQ

2. Bahaya kandungan lemak trans

Jangan Keseringan Makan Ikan Goreng, Ini 5 Alasannya

Mengolah makanan dengan menggorengnya bisa meningkatkan kandungan asam lemak trans. Asam lemak ini terbentuk ketika lemak tak jenuh mengalami proses yang disebut hidrogenasi. Hal ini terjadi ketika minyak dipanaskan hingga suhu yang sangat tinggi selama memasak.

Menurut sebuah studi dalam “Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional” tahun 2008, asam lemak trans dapat meningkatkan kadar K-LDL (kolesterol jahat), rasio kolesterol total/K-HDL, rasio K-LDL/K-HDL, serta menurunkan kadar K-HDL (kolesterol baik). Itu semua yang berkontribusi pada penyakit degeneratif seperti stroke dan penyakit jantung koroner.

Baca Juga: 5 Jenis Teh Sehat Yang Punya Kandungan Gizi Yang Tinggi!

3. Bahaya kandungan acrylamide

Jangan Keseringan Makan Ikan Goreng, Ini 5 Alasannya

Selain lemak trans, menggoreng ikan mengakibatkan pembentukan zat acrylamide. Zat beracun tersebut terbentuk dalam makanan selama dimasak dalam suhu tinggi, seperti menggoreng, membakar, atau memanggang.

Acrylamide dibentuk oleh reaksi kimia antara gula dan asam amino yang disebut asparagina. Menurut studi dalam “Journal of Toxicology and Environmental Health” tahun 2006, disebutkan bahwa acrylamide terbukti toksik untuk sistem saraf, sistem reproduksi, dan bersifat karsinogenik.

4. Memicu obesitas

Jangan Keseringan Makan Ikan Goreng, Ini 5 Alasannya

Ikan goreng, apalagi digoreng sampai crispy, memang lezat. Namun, efek buruknya tidak “selezat” itu. Bagi yang sedang diet, ikan goreng mengandung lebih banyak kalori daripada yang direbus.

Menurut sebuah penelitian dalam “American Journal of Clinical Nutrition” tahun 2007, bahwa menggoreng dengan minyak mengubah komposisi asam lemak makanan, meningkatkan kepadatan energi, dan menurunkan kandungan air.

Perubahan komposisi asam lemak makanan itu berupa peningkatan kadar lemak yang berkontribusi pada obesitas, karena lemak jadi lebih mudah dimetabolisme oleh tubuh daripada makronutrisi lainnya.

5. Meningkatkan risiko penyakit kronis

Selain kanker, ada dua penyakit kronis yang dapat ditimbulkan oleh makanan yang digoreng, termasuk ikan goreng, yaitu penyakit jantung dan diabetes.

Menurut penelitian dalam “The American Journal of Clinical Nutrition” tahun 2014, konsumsi makanan yang digoreng setidaknya seminggu sekali dapat meningkatkan risiko terkena diabetes melitus tipe 2 dan penyakit jantung.

Kedua risiko tersebut disebabkan oleh faktor peningkatan tekanan darah, berat badan, dan kurangnya asupan HDL atau kolesterol baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *