PelangiNew Penyelam Tanpa Oksigen Ada bunyi ‘krak’ ketika kabel tebal yang menghubungkan Chris Lemons dengan kapal di atasnya putus. Sementara rekan-rekannya masih ingat suara mengerikan dari putusnya tali ini, Lemons sendiri tidak mendengar apa-apa. Tali yang menghubungkannya dengan kapal di atas terputus, beserta harapan untuk menemukan jalan kembali.
Yang paling penting, persediaan udaranya juga lenyap, membuatnya hanya memiliki enam atau tujuh menit cadangan udara.

Penyelam Chris Lemons saat di kapal

“Saya tidak yakin saya benar-benar memahami apa yang terjadi,” kata Lemons mengenang. “Punggung saya menabrak dasar laut dan saya dikelilingi oleh kegelapan total. Saya tahu saya punya sedikit udara di tabung dan peluang saya untuk keluar dari situasi ini hampir nol.”
“Semacam perasaan pasrah menghampiri. Saya ingat merasa diliputi oleh duka cita.
“Ini situasi yang sangat aneh,” kata Lemons yang berusia 39 tahun. “Anda tinggal di dalam kapal, dikelilingi banyak orang, tetapi benar-benar terisolasi dari mereka.”
“Dalam beberapa hal, lebih cepat untuk kembali dari Bulan daripada dari kedalaman laut.
Ketika mereka naik ke permukaan, tekanan dari air di sekitarnya berkurang dan terbentuk gelembung nitrogen.
Namun, para penyelam yang melakukan pekerjaan ini sudah menerima risikonya.

Chris Lemons & temannya Dave Youasa

Pagi tanggal 18 September 2012 dimulai cukup normal bagi Lemons dan dua rekan penyelamnya Dave Youasa dan Duncan Allcock.
“Awalnya hanya terasa seperti hari biasa di kantor,” kata Lemons.
Dia juga pernah ikut serta dalam sembilan penyelaman di air dalam. “Lautnya agak bergelombang di permukaan, tapi cukup jernih di bawah.”

Namun, laut yang bergolak itu memicu serangkaian peristiwa yang hampir merenggut nyawa Lemons. Kapal pun mulai hanyut.
Sementara di dasar laut, alarm berbunyi di sistem komunikasi penyelam. Lemons dan Youasa diperintahkan untuk kembali ke bel.

Namun, ketika mendekati bagian puncak, tali Lemons tersangkut pada sepotong logam yang mencuat keluar dari struktur. Sebelum dia bisa melepaskannya, kapal yang hanyut menariknya dengan kuat, menyeretnya hingga menabrak tiang logam.
“Ada momen aneh ketika kami saling bertatap. Ia sangat ingin menggapai saya, tetapi kapal menariknya menjauh. Sebelum saya menyadarinya, saya kehabisan udara karena kabelnya direnggangkan dengan sangat ketat.
“Tekanan pada kabel pasti sangat besar.
Lemons secara naluriah memutar kenop di helmnya untuk membuka aliran udara dari tangki darurat di punggungnya. Tetapi sebelum ia bisa melakukan apa-apa, kabel itu patah, dan ia jatuh kembali ke dasar laut.

Keajaiban pun datang

Ajaibnya, dalam kondisi gelap gulita, Lemons berhasil berdiri tegak dan merasakan jalan kembali ke struktur sumur. Ia kemudian kembali memanjat ke puncak dengan harapan menemukan lonceng selam dan kembali ke tempat aman.

“Ketika saya sampai di puncak, loncengnya tidak ada,” kata Lemons. “Saya memutuskan untuk menenangkan diri dan menghemat sedikit gas yang tersisa. Saya hanya punya sekitar enam hingga tujuh menit udara darurat di punggung saya. Saya tidak berharap untuk diselamatkan, jadi saya hanya meringkuk dalam posisi bola.
“Tanpa oksigen, tubuh manusia hanya dapat bertahan selama beberapa menit sebelum proses biologis yang menghidupkan sel-sel mulai gagal. Sinyal listrik yang memberi daya pada neuron di otak berkurang dan akhirnya berhenti sama sekali.
“Tubuh manusia tidak punya cadangan oksigen yang besar mungkin beberapa liter. Bagaimana Anda menggunakannya tergantung pada tingkat metabolisme Anda.”

Saat istirahat, orang dewasa biasanya menggunakan antara seperlima dan seperempat liter oksigen setiap menit. Jumlah ini bisa naik ke empat liter per menit saat berolahraga berat.

Kembali ke Bibby Topaz

Para kru berusaha keras untuk kembali ke posisi awal tanpa bantuan komputer demi menyelamatkan rekan mereka yang hilang. Sembari terhanyut lebih jauh, mereka meluncurkan kapal selam nirawak dengan harapan bisa menemukan rekan-rekannya.
Ketika kapal selam berhasil menemukan Lemons, para kru menyaksikan tanpa daya lewat kamera ketika Lemons perlahan-lahan berhenti bergerak, hidupnya memudar.

“Saya ingat menghirup sedikit udara terakhir dari tangki di punggung saya,” kata Lemons.

Apa usaha yang dilakukannya ?

“Butuh lebih banyak usaha untuk menarik udara itu. Rasanya seperti saat-saat sebelum Anda tertidur. Tidak begitu buruk, tetapi saya ingat merasa marah dan banyak meminta maaf kepada tunangan saya Morag. Saya marah membayangkan bagaimana kematian saya akan melukai orang lain. Lalu hening. Ketika Youasa berhasil mencapai Lemons di atas struktur bawah air, tubuhnya kaku tak bergerak.
Dengan susah payah, Youasa menyeret rekannya ke lonceng dan menyerahkannya ke Allcock. Ketika mereka melepas helmnya, Lemons telah membiru dan tidak bernafas. Allcock memberinya pernafasan mulut ke mulut.
Ajaibnya, Lemons tersentak kembali ke kesadaran.
“Saya ingat Dave duduk di sisi lain lonceng, tampak lelah, dan tidak benar-benar tahu kenapa. Baru beberapa hari kemudian saya menyadari betapa gawatnya situasi ini.”

Tujuh tahun kemudian

Hampir tujuh tahun kemudian, Lemons masih bingung bagaimana dia berhasil bertahan begitu lama tanpa oksigen. Menurut akal sehat, ia seharusnya mati setelah sekian lama berada di dasar laut. Tanpa air panas yang mengalir melalui tali untuk memanaskan pakaian selamnya, tubuh dan otaknya akan cepat dingin.

“Pendinginan otak yang cepat dapat meningkatkan waktu bertahan hidup tanpa oksigen,” kata Tipton. “Jika Anda menurunkan suhu hingga 10 derajat, tingkat metabolisme turun setengah hingga sepertiganya. Jika Anda menurunkan suhu otak hingga 30C (86F), waktu bertahan hidup dapat meningkat dari 10 menit sampai 20 menit. Jika Anda mendinginkan otak hingga 20C (68F), Anda bisa bertahan sampai satu jam.
Gas bertekanan tinggi yang biasanya dihirup para penyelam mungkin memberi Lemons kesempatan tambahan.

Kondisi hipoksia

Para penyelam adalah orang-orang yang paling mungkin mengalami kehilangan pasokan udara mereka secara tiba-tiba. Namun ada banyak situasi lain di mana pasokan oksigen terbatas.
Pada kondisi yang tidak terlalu ekstrem, kekurangan oksigen dikenal sebagai hipoksia dapat dirasakan banyak orang. Pendaki gunung mengalami tingkat oksigen yang rendah ketika mereka berada di pegunungan tinggi, suatu kondisi yang sering dikira disebabkan kecelakaan. Ketika kadar oksigen turun, fungsi otak bisa terganggu, menyebabkan kebingungan dan pengambilan keputusan yang buruk.

Pasien yang menjalani operasi juga sering mengalami hipoksia ringan, yang diduga berdampak pada pemulihan mereka.
Lemons sendiri selamat dari situasi tanpa oksigen dalam kondisi sehat walafiat. Hanya ada luka memar di kakinya.

Tentang Keberhasilannya sebagai penyelam

Tapi keberhasilannya bertahan hidup sebenarnya bukan hal yang unik. Tipton telah memeriksa 43 kasus terpisah dalam literatur medis dari orang-orang yang terendam di bawah air dalam waktu yang lama. Pelatihan para penyelam seperti Lemon mungkin juga secara tidak sengaja melatih tubuh mereka untuk mengatasi situasi ekstrem.

“Kami melihat perubahan nyata dalam program genetik untuk transportasi oksigen,” kata Ingrid Eftedal, kepala kelompok penelitian barofisiologi di NTNU. Oksigen dibawa ke seluruh tubuh dalam hemoglobin, sebuah molekul dalam sel darah merah.

Ada kemungkinan bahwa lambatnya transportasi oksigen dalam tubuh Lemons memungkinkannya persediaan udara yang sedikit bertahan lebih lama.
Limpa dianggap memainkan peran kunci dalam memungkinkan manusia untuk menyelam bebas.
Seorang penyelam Bajau yang ditemui Ilardo berkata bahwa ia bisa bertahan 13 menit di bawah air.
Ia juga menikah dengan Morag dan mereka memiliki seorang putri.

Rekan sesama penyelam

“Salah satu alasan terbesar keselamatan saya ialah kualitas orang-orang di sekitar saya,” katanya.

“Sebenarnya, saya tidak berbuat banyak. Saya bisa selamat berkat profesionalisme dan kepahlawanan dari dua rekan saya di bawah air dan semua orang di kapal. Saya sangat beruntung.”

Kecelakaannya telah memicu sejumlah perubahan di komunitas selam. Mereka sekarang menggunakan tangki darurat yang membawa persediaan udara untuk 40 menit alih-alih hanya lima. Tali selam sekarang dilengkapi dengan lampu sehingga lebih mudah terlihat di bawah air.

Perubahan dalam hidupnya sendiri tidak begitu dramatis.”Saya masih harus mengganti popok,” candanya. Tetapi dia mendapati dirinya berpikir tentang kematian secara berbeda. “Saya tidak melihatnya sebagai sesuatu yang ditakuti lagi. Ini lebih tentang apa yang Anda tinggalkan.”

Baca juga : Didikan Sang Bos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *